(021) - 296 - 082 - 04 Contact@SidinConstitution.co.id

Presiden & MD3

PRESS RELEASE

PRESIDEN & MD3

A. Irmanputra Sidin dkk

Kuasa Hukum Para Pemohon Pengujian UU MD3

Law Firm, Sidin Constitution, A. Irmanputra Sidin & Associates

Pasca kami daftarkannya pengujian UU MD3 pada 14 Pebruari 2018 di Mahkamah Konstitusi (MK)  , pada hari ketiga setelah UU MD3 disetujui bersama,  eskalasi politik hokum yang signifikan atas respons masalah konstitusionalitas undang-undang tersebut semakin nyata. Berbagai kalangan, baik perseorangan atau kelompok orang memberikan reaksi penolakan atas undang-undang tersebut. Hal ini tentunya akan sangat bermanfaaat sebagai sebuah fakta sosio konstitusional bagi MK dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara ini .

Bukan hanya sampai disitu, reaksi atas permohonan pengujian UU ini hingga sampai pucuk vertikal kekuasaan, , Presiden pun telah  menyatakan secara eksplisit termasuk melalui pembantunya. Menteri Hukum dan HAM , diberbagai media telah menyatakan bahwa Presiden cukup concern terhadap masalah ini terutama pada pasal-pasal yang kami mohonkan pengujiannya di MK yang telah kami ungkap dalam rilis sebelumnya. Bahkan diberbagai media, Menteri Hukum dan HAM menyatakan bahwa kemungkinan Presiden tidak akan menandatangani undang-undang yang kami uji ini, dan memastikan bahwa tidak akan ada Perppu soal ini dan bahkan Presiden mempersilahkan untuk mengujinya di MK. Tentunya, ketiga sikap ini adalah hal yang positif,  pertama,  instrument Perppu memang akan tidak sehat jikalau dipakai untuk “mengebom” atau “membumihanguskan” undang-undang, karena Perppu menurut UUD 1945 bukanlah “hak veto”, dan jikalau Perppu dipakai sebagai instrument veto, maka akan destruktif terhadap demokrasi konstitusional, karena kodrati Perppu bukanlah hak veto. Pilihan Presiden untuk mempersilahkan jalur MK, adalah pilihan yang paling sehat, karena kodratinya MK memang dihadirkan untuk memutuskan problem konstitusional undang-undang.

 Sikap lain yang perlu dipahami bahwa disaat Presiden tidak menandatangani (mengesahkan) undang-undang ini, maka undang-undang yang telah disetujui bersama DPR dan Presiden (12 Pebruari 2018), pada hari ketigapuluh yaitu, otomatis sah karena wajib diundangkan menurut Pasal 20 ayat (5 UUD 1945. Jadi meski Presiden tidak mengesahkannya maka, UU itu sah bukan karena tandatangan Presiden namun karena konstitusi (pasal 20 ayat (5) UUD 1945). Sikap tidak menandatangani undang-undang bisa dipahami, karena undang-undang sesungguhnya mengikat kita semua sebagai warga Negara termasuk kepada yang membentuk undang undang itu sendiri ( DPR dan Presiden) bahkan  suatu saat mereka semua pensiun dari jabatannya maka UU itu terus mengikatnya sebagai warga negara.

Oleh karenaya sebuah undang-undang yang diuji, tidak boleh dipertahankan mati-matian di MK seperti perkara konvensional lainnya , karena pengujian UU, bukanlah sifatnya berhadap-hadapan antara kami pemohon (penggugat) dengan kekuasaan.  DPR dan Presiden, hanya (dapat) dimintai keterangannya oleh MK, dan dalam penyampaian keterangan tersebut bisa saja Presiden punya pertimbangan lain yang telah berbeda dengan intensi awal (pembentukan) undang-undang tersebut. Oleh karenanya sikap Presiden ini tentunya akan sangat bermanfaat bagi pemeriksaaan perkara ini,  bahkan paradigma pembangunan demokrasi konstitusional pengujian UU kita di masa-masa datang.

 

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x