Proyek Pulau G Boleh Dilanjutkan

Selasa, 13 September 2016 06:47 WIB | Penulis: Dzulfikri Putra Malawi

PENGEMBANG reklamasi Teluk Jakarta harus jalan kembali, tidak perlu mengkhawatirkan kepastian hukum dari moratorium yang terus digaungkan.

Pemerintah tidak boleh merugikan pengembang karena mereka sudah mengantongi kontrak kerja dan sedang ber­jalan.

“Saat ini pemerintah sudah sadar, saatnya pengembang kembali melakukan ak­­tivitasnya dengan sinyal itu. Dasarnya juga sudah jelas, moratoriumnya lisan dan tidak ada tanda tangan dari gubernur sebagai pemerintah,” kata pengamat hukum tata negara Andi Irmanputra Sidin saat dihubungi di Jakarta, semalam.
Ia mengkritik keras pemerintah. Menurutnya, jangan ada hak pengembang yang sengaja dilindas negara. “Yuridis mereka sudah ada, yang dipertanyakan waktu era mantan Menko Maritim Rizal Ramli mengeluarkan moratorium dengan instrumen apa? Yang diungkapkan secara lisan tidak bisa menjadi alas­an,” tambah Irman.

Sinyal pemerintah bakal melanjutkan reklamasi Teluk Jakarta itu mengemuka saat Menteri Koordinator Bidang Maritim Luhut Binsar Pan­djaitan mengatakan pemerintah secara resmi memutuskan proyek reklamasi di Pulau G pantai utara Jakarta dilanjutkan (Media Indonesia, Sabtu 10/9).

Namun, bagi PT Agung Po­domoro Land (APLN), per­­nyataan Luhut tersebut tidaklah cukup, sebelum pemerintah memberikan surat resmi terkait dengan kelanjut­an rek­lamasi Pulau G.

“Tentunya kami ingin pembangunan Pulau G dapat se­gera dilanjutkan kembali ka­rena seluruh persyaratan telah dipenuhi. Sampai saat ini kami menunggu arahan lebih lanjut dari pemerintah terhadap kelanjutan (status) pengembangan pulau itu,” ujar Wakil Direktur Utama APLN Indra W Antono melalui pesan singkat.

Sanksi administratif
Di sisi lain, saat dihubungi secara terpisah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) menyatakan masih mengkaji pemenuhan tuntutan yang dilayangkan kepada pengembang Pulau G.

Salah satu syarat krusial yang harus dipenuhi pengembang, kata Dirjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian LHK Rasio Ridho Sani, ialah perubahan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal).

“Sampai saat ini amdalnya be­­lum dipenuhi. Karena itu, statusnya masih kami berikan sanksi administrasi,” ucap Rasio.

Pemberian sanksi adminis­trasi tersebut, lanjutnya, merupakan hak dari Kementerian LHK dengan mempertimbangkan dampak lingkungan dan sosial terkait dengan proyek reklamasi tersebut.

Menurut pria yang akrab disapa Roy tersebut, hingga saat ini masih banyak aspek yang perlu dipenuhi pengembang sebelum melanjutkan proses reklamasi.

“Ibu Menteri (LHK) akan mencabut sanksi setelah terpenuhi kewajiban yang dipe­rintahkan, tapi sampai saat ini belum ada pemenuhan dari pengembang,” pungkas Roy.

Sementara itu, saat mengu­mumkan reklamasi Pulau G di­­lanjutkan, Luhut menyatakan saat ini sudah tidak ada la­­gi masalah dalam proyek yang dibangun PT Muara Wi­­sesa Samudra, anak usaha APLN itu. “Semua dampak yang dita­kutkan, yakni dari aspek hukum, lingkungan, dan listrik, tidak ada masalah,” ujar Luhut.

Begitu juga soal keberadaan nelayan di sekitar Pulau G. Menurutnya, sekitar pulau itu bukan area tangkapan ikan yang baik. “Saya sudah tinjau, airnya kotor sekali. Rasanya tidak mungkin ikan di sana bisa dikonsumsi,” tambah Luhut.

Pemerintah, lanjutnya, akan konsisten dengan aturan yang melandasi proyek reklamasi itu, yakni Keppres Nomor 52 Tahun 1995 bahwa wewenang dan tanggung jawab reklamasi ada pada Gubernur DKI Jakarta. (Jes/Ric/X-8)

Leave a Reply