PUTUSAN MA HENTIKAN “KOCOK ULANG” PIMPINAN DPD

KUASA HUKUM PEMOHON: DR A. IRMANPUTRA SIDIN, SH MH dkk

Law Firm A. Irmanputra Sidin & Associates

Pemohon: Ir Anang Prihantoro dkk

PUTUSAN MA AKHIRNYA  MENGHENTIKAN RENCANA “KOCOK ULANG”  PIMPINAN DPD

Akhirnya Mahkamah Agung mengeluarkan Putusan yang mengabulkan permohonanan kami atas judusial review  Peraturan Tata Tertib DPD Nomor 1 /2017 terkait atas pemotongan masa jabatan pimpinan DPD dan memberlaku surutkan kepada pimpinan DPD yang menjabat.  Melalui Putusan MA No 20P/HUM/2017 pada hari rabu 29 Maret 2017 , MA memutuskan bahwa masa jabatan pimpinan DPD adalah 5 tahun sesuai masa jabatan keanggotaaan dan pemberlakuan surut terhadap ketentuan itu bertentangan dengan UU No.12 /2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. MA akhirnya mengajarkan kepada parlemen bahwa hokum harus diatas segalanya, politik mayoritas harus tunduk kepada Negara hokum, tidak boleh parlemen hanya karena mayoritas membuat aturan yang bertentangan dengan prinsiop Negara hokum maka hal tersebut menjadi produk hokum yang sah. Oleh karenanya maka pemilihan pimpinana DPD atau kocok ulang pimpinana DPD yang sedianya akan dilaksanakan 3 april 2017 tidak bisa dilaksanakan , dan apabila dilaksanakan maka segala hasilnya adalah hasil yantg illegal atau tidak sah, karena apabila itu tetap dilaksanakan maka itu akan dinilai menciptakan Negara dalam Negara, karena mustahil Ketua MA akan mengambil sumpah pimpinan DPD terpilih yang didasarkan oleh Peraturan Tata tertib DPD yang sudah dibatalkannya.

Lebih lanjut MA dalam pertimbangannya menyebutkan :

Bahwa terkait dengan masa jabatan Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia telah ditetapkan menjadi 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan sebagaimana diatur oleh Pasal 47 ayat (2) Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2017 tanggal 21 Februari 2017 Tentang Tata Tertib; – Bahwa masa Jabatan pimpinan MPR dan DPR secara eksplisit diatur pada Pasal 24 Jo Pasal 8 ayat (2) Peraturan MPR RI Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib yaitu masa jabatan Pimpinan MPR sama dengan masa jabatan keanggotaan MPR adalah 5 (lima) tahun. Sedangkan untuk Pimpinan DPR diatur pada Pasal 27 Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib, yaitu masa Jabatan Pimpinan DPR sama dengan masa keanggotaan DPR adalah 5 (lima) tahun. Dipandang dari karakteristiknya, DPD berada di dalam satu rumpun dengan MPR dan DPR, yaitu sebagai Lembaga Perwakilan, sebagaimana diatur pada UndangUndang Nomor 17 Tahun 2014. – Bahwa pada hakikatnya pengabdian setiap negarawan, termasuk anggota DPD, pada tingkat tertinggi adalah kepada bangsa dan negara. Anggota DPD yang terpilih menjadi pimpinan DPD, memimpin lembaga yang tugas utamanya adalah menyerap dan mengartikulasikan aspirasi daerah, sehingga dengan jabatan tersebut saluran aspirasi dari daerah dapat terwakili dalam proses pengambilan keputusan nasional. Namun demikian, tidak seperti MPR/DPR, DPD tidak dicalonkan melalui Partai Politik. Oleh sebab itu, tidak terdapat pengelompokan kekuatan politik didalamnya. Menjadi pimpinan lembaga bukanlah untuk mewakili kelompok tertentu, melainkan untuk institusi DPD itu sendiri, sehingga tidak sepatutnya apabila jabatan pimpinan DPD tersebut dipergilirkan yang dapat menimbulkan kesan berbagi kekuasaan; – Bahwa Lampiran II Huruf C5, nomor 155 Ketentuan Peralihan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2011, tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyatakan, pada dasarnya mulai berlakunya Peraturan Perundang-undangan tidak dapat ditentukan lebih awal daripada saat pengundangannya, dengan demikian Lampiran II Huruf C5, nomor 155 Ketentuan Peralihan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tersebut menegaskan tentang larangan asas non retroaktif. Hal tersebut selaras dengan kaidah normatif yang termuat di dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945, yang secara tegas menyatakan bahwa hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun; – Dengan demikian ketentuan Pasal 47 ayat (2) Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2017 tanggal 21 Februari 2017 Tentang Tata Tertib tersebut telah melanggar Lampiran II Huruf C5, nomor 155 Ketentuan Peralihan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undang

MENGADILI,

  1. Mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon: Ir. Anang Prihantoro, Marhany Victor Poly Pua, Djasarmen Purba, S.H., Drs. H.M. Sofwat Hadi, S.H., Denty Eka Widi Pratiwi, S.E.,M.H. dan Anna Latuconsina tersebut;
  2. Menyatakan Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tanggal 21 Februari 2017 tentang Tata Tertib bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan karenanya tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
  3. Memerintahkan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk mencabut Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tanggal 21 Februari 2017 tentang Tata Tertib;
  4. Memerintahkan kepada Panitera Mahkamah Agung untuk mengirimkan petikan putusan ini kepada Sekretaris Negara untuk dicantumkan dalam Berita Negara;
  5. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).