(021) - 296 - 082 - 04 Contact@SidinConstitution.co.id

Menteri Tjahjo Bisa Menyeret Polri/TNI Langgar Konstitusi

RMOL. Rencana jenderal Polri aktif menjabat Plt Gubernur Jawa Barat dan Sumatera Utara sebagaimana diusulkan Menteri Tjahjo Kumolo, jelas bertentangan dengan UU 10/2016 tentang Pilkada.

Hal ini ditegaskan pakar hukum tata negara, Irmanputra Sidin dalam rilis pers yang disebarluaskan, Minggu (28/1).

Dalam Pasal 201 Ayat (10) UU Pilkada yang menyatakan untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur, diangkat pejabat gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kemudian, dalam Pasal 4 ayat (2) Permendagri nomor 11 tahun 2018 menyebutkan ‘pejabat gubernur berasal dari pejabat pimpinan tinggi madya/setingkat di lingkup pemerintah pusat atau pemerintah daerah provinsi’.

“Adanya penambahan norma atau setingkat dalam Permendagri No. 11 Tahun 2018 yang menjadi dasar Mendagri mengusulkan pati Polri menjadi Plt Gubernur bertentangan dengan ketentuan Pasal 201 ayat (1) UU Pilkada cq UUD 1945,’ terang Irman.

Pasalnya, intensi konstitusi sudah sesuai dengan UU Pilkada yaitu hanya orang yang telah menduduki jabatan pimpinan tinggi madya boleh menduduki pejabat gubernur dan terlarang untuk pejabat setingkat. Usulan Mendagri Tjahjo bisa menyeret institusi Polri dan TNI menyalahi konstitusi.

“Konstitusi sesuai pasal 30 UUD 1945 sudah memberikan batasan tegas peran dan otoritas institusi Polri dan TNI yaitu menjaga kedaulatan negara, keamanan, ketertiban serta penegakan hukum,” urainya.

Sesuai pasal 1 angka 7 dan angka 8 UU Aparatur Sipil Negara (ASN) bahwa Jabatan Pimpinan Tinggi adalah sekelompok jabatan tinggi pada instansi pemerintah. Sedangkan yang dimaksud Pejabat Pimpinan Tinggi adalah pegawai ASN yang menduduki Jabatan Pimpinan Tinggi.

“Artinya bahwa hanya orang yang berada dalam jabatan ASN saja yang tergolong pimpinan tinggi madya yang dapat menjadi Plt Gubernur. Pertanyaaanya dapatkah anggota Polri dan TNI menduduki jabatan dalam jabatan ASN?” ujar Irman.

Dalam Peraturan Pemerintah nomor 11 tahun 2017 pasal 147 dinyatakan bahwa ‘Jabatan ASN tertentu di lingkungan instansi pusat tertentu dapat diisi oleh prajurit TNI dan anggota Polri sesuai dengan kompetensi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Selanjutnya dalam pasal 148 ayat (2) dikatakan bahwa  Jabatan ASN Tertentu Sebagaimana Dimaksud Pada Ayat (1) Berada Di Instansi Pusat Dan Sesuai Dengan UU TNI dan UU Polri.

“Artinya Jabatan ASN Tertentu yang dapat diisi oleh anggota Polri hanya berada di instansi pusat,” terang Irman, menambahkan.

Sementara, perwira Polri yang dapat menjadi pejabat gubernur, harus terlebih dahulu menduduki jabatan pimpinan tinggi madya di instansi pusat, bukan jabatan ‘setingkat’ yang bisa dicaplok secara langsung dari Polri.

Dengan kata lain, rencana penunjukan pati Polri yang tidak tergolong jabatan Pimpinan Tiggi Madya seperti dimaksud UU Pilkada cq UU ASN adalah inkonstitusional. Oleh karenanya, tegas Irman, harus dibatalkan.

“Perlu diingat bahwa jantung konstitusi dan refomasi adalah berada pada Pasal 28 ayat (3) UU Kepolisian 2002 bahwa anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian,” katanya.

Namun perlu juga dicermati, lanjut Irman, jika kemudian Kemendagri memudahkan anggota Polri menduduki jabatan personil pemerintahan, makan hal ini jangan sampai menjadi eskalasi metamorfosa Polri di bawah Kemendagri.”Tentunya ini bertentangan dengan konstitusi.”[wid]

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x