Kuasa Hukum Penggugat UU MD3: Kekuatan Politik di DPR Mulai Pecah

Jakarta – Kuasa hukum pemohon pengujian Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), Irmanputra Sidin menilai, sikap DPR yang mulai mendorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) menunjukkan bahwa kekuatan politik di lembaga parlemen tersebut mulai pecah.

“Sejak kami mengajukan permohonan pengujian UU MD3 ke MK (Mahkamah Konstitusi), tampaknya kekuatan politik di DPR mulai pecah. Tiba-tiba beberapa anggota DPR, baik dari fraksi pendukung atau penolak, mulai mendorong presiden mengeluarkan perppu,” terang Irman dalam keterangan tertulis, Minggu (25/2).

Diketahui, sejumlah pihak yang tidak puas dengan UU MD3 menggugat ke MK, di antaranya Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

Irman menjelaskan, perppu bukan instrumen hak veto, melainkan instrumen presiden dalam menjalankan kekuasaaan pemerintahannya apabila terjadi situasi genting dan memaksa, sehingga terjadi kekosongan hukum. Oleh karena itu, apabila mendorong perppu sama saja ingin menghidupkan absolutisme kekuasaan, dan menyerahkan kekuasaan pada satu tangan.

“Ini yang kami tentang. Oleh karenanya biarkanlah perppu itu tetap pada tempatnya. Jangan disalahgunakan untuk membumihanguskan undang-undang. Jangan kekuasaan pemerintahan (Pasal 4 Ayat (1) UUD 1945) dipakai untuk membumihanguskan produk kekuasaan pembentuk undang-undang (Pasal 20 Ayat (1) UUD 1945),” terangnya.

Dia menjelaskan, alasan mengajukan gugatan UU MD3 tidak bermaksud membuat ketar-ketir kekuatan politik yang membentuk UU MD3. Sebab, gugatan UU kepada MK merupakan hal yang biasa.

Di sisi lain apabila perppu dikeluarkan, maka Presiden akan kelihatan secara nyata tidak konsisten. Hal ini membuat kekuasaan pemerintah terlihat tak mampu memberikan kepastian hukum dalam pembentukan undang-undang.

“Sesungguhnya kami sudah meminta MK untuk memeriksa perkara ini secara prioritas dan cepat, bahkan bisa tanpa perlu mendengarkan keterangan presiden dan DPR. Itulah sebabnya kami terus membangun gugatan ini, agar pesan tentang kekeliruan doktrinal, filosofis, dan konstitusional dari pasal-pasal yang kami uji segera dipahami oleh hakim MK,” terangnya.

Seperti diketahui setelah disahkan oleh DPR, UU MD3 digugat oleh beberapa pihak ke MK, di antaranya Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Sampai saat ini, Presiden Jokowi juga belum menandatangani UU tersebut kendati setelah 30 hari sejak disahkan, UU itu tetap akan berlaku.

Leave a Reply