Upaya Perlawanan Hukum Terus Dilakukan GKR Hemas
POLITIK KAMIS, 01 JUNI 2017 , 23:19:00 WIB | LAPORAN: DAR EDI YOGA
RMOL. Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI versi GKR Hemas terus melakukan perlawanan secara hukum untuk mempersoalkan legalitas ketua dan wakil ketua baru di lembaga para senator itu. Kasus ini bahkan sekarang telah bergulir di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Kuasa hukum Hemas, Andi Irman Putra Sidin mengatakan bahwa upaya kliennya mempersoalkan keabsahan pimpinan baru DPD bukan karena kehilangan jabatan. Sebab, persoalannya ada pada putusan Mahkamah Agung (MA).
“MA sebelumnya telah mengeluarkan putusan yang membatalkan tata tertib DPD tentang pemilihan pimpinan. Namun, putusan yang telah dibatalkan MA justru tetap dijadikan acuan memilih pimpinan baru DPD,” urainya.
Tak hanya itu, MA juga mengakui hasil pemilihan pimpinan baru DPD. Bahkan Wakil Ketua MA M Syarifuddin mengambil sumpah pimpinan baru DPD.
Irman menganggap pengambilan sumpah atas Oesman Sapta, Nono Sampono dan Damayanti Lubis itu cacat hukum. Pasalnya, pemanduan sumpah ini tidak sesuai dengan putusan MA terkait masa jabatan pimpinan DPD.
Irman juga menegaskan bahwa pimpinan baru DPD bukan tergugat dalam kasus itu. Sebab, yang dipersoalkan dalam gugatan Hemas adalah MA.
Oleh fakta tersebut, Irman memohon agar PTUN melakukan pembatalan pemanduan sumpah Wakil Ketua MA.
Adapun poin yang menjadi permohonan tersebut antara lain, menilai tindakan pemanduan sumpah Wakil Ketua MA adalah tindakan administratif yang harus tunduk pada azas umum pemerintahan yang baik (AUPB) dan tidak boleh bertentangan dengan putusan pengadilan.
Selain itu, tindakan pemanduan sumpah Wakil Ketua MA tanggal 4 April 2017 terbukti melanggar Putusan MA 20 PHUM 2017 dan terbukti melanggar prinsip kecermatan dan kehati-hatian, karena dasar otentik pemanduan sumpah hanya dengan satu Surat Pimpinan Sementara DPD RI No. HM.310/284/DPD/IV/2017 tanggal 4 April 2017 perihal Pengucapan Sumpah atau Janji Pimpinan DPD RI.
“Tindakan pemanduan sumpah tersebut juga harus dibatalkan dengan Keputusan Ketua MA karena Ketua MA yang diberikan wewenang langsung oleh UU MD3 dan atasan Wakil Ketua MA dan Wakil Ketua MA hanya mnjalankan mandat sebagai PLH Ketua MA,” jabarnya.
Melalui putusan sela Majelis Hakim PTUN telah meminta pihak termohon Ketua MA untuk mefasilitasi kepentingan Oesman Sapta dan kawan-kawan sebagai pihak yang berkepentingan, karenanya proses pembuktian di persidangan antara termohon Ketua MA dan Oesman Sapta dan kawan-kawan sudah berada dalam satu barisan yang sama dipersidangan melawan pemohon dan karenanya asas Audi et Alteram Partem, yakni semua pihak sudah didengar sudah terpenuhi dalam persidangan.
“Kami menyadari bahwa PTUN adalah bagian institusi termohon Ketua MA dan Majelis PTUN juga telah memerintahkan termohon mefasilitasi Oesman Sapta dan kawan-kawan dalam persidangan, namun kami percaya independensi PTUN yang bekerja atas demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,” lanjut Irman.
PTUN, sambungnya, juga harus independen dan berani menyelesaikan persoalan ini karena berdasarkan asas litis finire oportet bahwa semua sengketa harus ada ujungnya dan Putusan MA 20P/HUM/ 2017 adalah ujung polemik masa jabatan pimpinan DPD RI sehingga harus ditaati semua pihak.
“Pembatalan tindakan pemanduan sumpah mengembalikan harkat dan wibawa MA dimata publik dan sejarah dan tentunya PTUN tidak akan lagi dipandang sebelah mata oleh dialektika politik hukum pengadilan di Indonesia,” tutupnya. [ian]