Sidin: Audit BPK Bukan Unsur yang Memaksa KPK
Selasa, 21 Juni 2016 00:19 WIB
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Hasil audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) tak memaksa dan mengikat harus dilaksanakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Termasuk juga atas rekomendasi BPK kepada KPK soal kasus Sumber Waras.
Pakar Pakar Hukum Tatanegara Irmanputra Sidin menjelaskan bahwa hasil audit investigasi atas kasus Sumber Waras oleh BPK, bukan unsur yang memaksa KPK harus mengakomodir unsur delik atau pidana korupsi.
“Karena hasil pemeriksaan BPK bukan unsur yang memaksa lembaga KPK harus mengakomodirnya menjadi unsur delik atau pidana korupsi,” jelas Pendiri Sidin Constitution ini kepada Tribun, Senin (20/6/2016).
Apalagi dikatakan bahwa KPK melanggar konstitusi jika tidak menindak-lanjuti hasil audit BPK. Dia tegaskan, tak ada konstitusi yang dilanggar oleh KPK atas hal itu.
“Terkait dengan hasil BPK dan sikap KPK atas kasus Sumber Waras, bahwa tidak ada pelanggaran konstitusi yang dilakukan oleh KPK,” tegasnya.
Karenanya, sah-sah saja dan tepat jika KPK tidak menindaklanjuti hasil laporan BPK.
Pasalnya KPK tidak ditemukan unsur pidana yang esensi dari sebuah pengelolaan negara yang menimbulkan kerugian negara.
Karena dia tegaskan, tidak selamanya ada kerugian negara, yang ditimbulkan oleh manajemen pengelolaan negara adalah korupsi dalam arti kriminal.
Dia juga menilai sudah tepat langkah KPK atas kasus Sumber Waras, yang segera memberikan kepastian hukum dengan memastikan tidak ditemukan unsur pidana yang esensi dari sebuah pengelolaan negara yang menimbulkan kerugian negara.
Begitupula dengan tindakan BPK yang menemukan kerugian negara, menurutnya juga tidaklah keliru.
Apalagi dia tegaskan, hasil audit BPK pun bukan instrumen paksa bagi KPK untuk menyatakan itu tindak pidana.
Namun menurutnya, temuan BPK itu bisa dibawa di DPRD DKI, guna memperbaiki manajemen pemerintahn DKI dan guna bahan fungsi pengawasan DPRD.
“Tidak selamanya ada kerugian negara, yang ditimbulkan oleh manajemen pengelolaan negara adalah korupsi dalam arti kriminal,” ujarnya.
Ketua BPK, Harry Azhar Aziz mengatakan bahwa hasil rekomendasi dari BPK harus dilaksanakan oleh lembaga negara lainnya.
Jika hal itu tidak dilakukan, maka lembaga negara yang menerima rekomendasi tersebut telah melakukan pelanggaran terhadap konstitusi.
Hal itu juga termasuk kepada KPK yang pada awalnya meminta audit investigasi atas kasus Sumber Waras saat dipimpin oleh Taufiqurahman Ruki, namun belum ditindaklanjuti saat dipimpin oleh Agus Rahardjo.
“Kalau rekomendasi BPK tidak ditindaklanjuti KPK, berarti ada pelanggaran konstitusi yang dilakukan KPK,” ujarnya di Kantor BPK, Jakarta, Senin (20/6/2016).
Harry menjelaskan bahwa rekomendasi BPK sifatnya tanpa batas waktu sehingga bisa dilakukan oleh beberapa puluh tahun ke depan, namun tetap harus dilakukan tindak lanjut, bukan dihentikan di tengah jalan. (*)