Putusan PTUN Bikin Konflik DPD Makin Meruncing
SIAGAINDONESIA.COM Meskipun Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menolak gugatan yang diajukan Gusti Kanjeng Ratu Hemas, bara konflik di Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI belum tuntas. Kedua kubu, antara Oesman Sapta Odang dan Hemas masih berebut tahta tertinggi di DPD.
Anggota DPD RI Muhammad Afnan Hadikusumo menegaskan putusan PTUN Jakarta yang menolak gugatan sejumlah anggota DPD RI belum menjadi keputusan final. Putusan PTUN yang menolak gugatan Hemas tidak masuk ke dalam substansi soal pimpinan yang sah di DPD.
“Keputusan PTUN itu bukan berarti persoalannya selesai. Kepemimpinan DPD RI yang sah tetap pada putusan MA Nomor 20P/HUM/2017 sebelumnya yang menganulir Tata Tertib DPD RI Nomor 1 Tahun 2017, sehingga masa jabatan pimpinan DPD RI tidak boleh dipangkas menjadi setengah periode,” kata Afnan Hadikusumo di Jakarta, Sabtu (10/6/2017).
Anggota DPD RI dari Provinsi DI Yogyakarta itu menilai, PTUN tidak berhak untuk mengadili keterlibatan Mahkamah Agung (MA) dalam pengambilan sumpah jabatan pimpinan DPD RI, yakni bukan pada substansi keabsahan pimpinan.
“Setahu saya, teman-teman anggota DPD RI, saat ini sedang menunggu putusan MA tentang pengujian Peraturan DPD RI Nomor 3 dan Peraturan DPD RI Nomor 4 Tahun 2017 tentang Tata Tertib yang dibentuk oleh pimpinan yang bertentangan dengan putusan MA Nomor 20P/HUM/2017,” katanya.
Afnan menegaskan, jika pengujian Peraturan tentang Tata Tertib DPD RI ini dikabulkan, maka putusan itu selaras dengan putusan MA putusan Nomor 20P/HUM/2017 sebelumnya yang akan mengkonfirmasi bahwa kepemimpinan DPD RI periode 2017-2019, tidak sah.
Sebelumnya, PTUN Jakarta melalui sidang di Jakarta, Kamis (8/8/2017) memutuskan menolak gugatan mantan Wakil Ketua DPD RI Gusti Kanjeng Ratu Hemas dan sejumlah anggota DPD RI yang menggugat pemanduan sumpah jabatan pimpinan DPD RI oleh Wakil Ketua MA.
Kubu GKR Hemas berpendapat bahwa pemanduan sumpah bertentangan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 20P/HUM/2017 yang sudah menentukan masa jabatan DPD selama lima tahun. Menurut dia, jika putusan Mahkamah ini dilaksanakan, pelantikan Oesman sebagai pemimpin DPD tidak perlu diadakan.
Dalam sidang putusan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim PTUN, Ujang Abdullah, menyatakan, permohonan para pemohon tidak dapat diterima.
Ada sejumlah pertimbangan majelis hakim dalam menolak gugatan dari Ratu Hemas dan kawan-kawan. Hakim anggota, Nelvy Christin, menyebut, cakupan atau ruang lingkup permohonan adalah permohonan penerbitan yang sifatnya baru, bukan pembatalan keputusan yang sifatnya sudah ada.
Menurut dia, permohonan pemohon tidak memenuhi unsur dalam UU Administrasi Pemerintahan. Objek yang disengketakan menurut majelis hakim bukanlah objek yang bisa disengketakan di PTUN. Karena objek yang disengketakan berupa pengambilan sumpah hanya bersifat seremonial.
“Gugatan pemohon dinilai tidak masuk obyek material karena pengangkatan sumpah bersifat seremonial,” kata Nelvy.
Kubu Oesman Sapta Odang yang diwakili Wakil Ketua DPD, Nono Sampono, meminta semua pihak menghormati putusan PTUN yang menolak permohonan GKR Hemas terkait pembatalan pemanduan sumpah pimpinan DPD.
Nono juga mengajak pihak-pihak yang selama ini berseberangan dan tidak mengakui kepemimpinan OSO untuk bergabung dan menyudahi konflik internal, karena sudah ada putusan PTUN.
“Teman yang ada di dalam berharap ada kesadaran kepada teman-teman di luar, bergabunglah,” kata Nono kepada wartawan usai sidang putusan di PTUN Jakarta, Kamis (8/6/2017).
Nono meminta semua anggota untuk bersama-sama memperkuat lembaga DPD. Dengan kelembagaan yang kuat maka semua masalah yang dihadapi bisa diselesaikan secara bersama-sama terutama yang menyangkut kepentingan daerah.
Menanggapi upaya hukum yang disediakan yaitu peninjauan kembali (PK), Nono mempersilakan pihak Hemas untuk melakukan PK atau tidak. Namun, dia sangat berharap seluruh anggota DPD untuk bersatu.
“Semua punya kewajiban, baik untuk kepentingan daerah maupun kepentingan mengisi agar lembaga ini berperan. Kasihan rakyat melihat kenapa kok (wakil rakyat) konflik terus, padahal sudah saatnya bekerja,” ucap Nono.
Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, Donal Fariz menyayangkan putusan PTUN DKI Jakarta yang tidak menuntaskan sengketa kepemimpinan di DPD, tetapi justru berpotensi membuat situasi makin kusut.
Menurut Donal, setelah putusan kedua belah pihak kini semakin menguatkan kedudukannya di DPD dengan berpegangan pada keyakinan masing-masing.
“Kedua belah pihak saling klaim sekarang. GKR Hemas berpatokan pada putusan MA, (jabatan pimpinan lima tahun), sementara kubu lain yang tidak ada dasar hukum sekalipun merasa menguasai kursi,” kata Donal saat menjadi pembicara diskusi yang digelar masyarakat sipil penegak citra parlemen di Jakarta Jumat (9/6/2017).
Menurut Donal sesungguhnya putusan yang dikeluarkan PTUN bukan dalam posisi memperkuat satu atau pihak lain yang bersengketa. Permohonan tersebut ditujukan untuk meminta kejelasan terkait pelantikan pimpinan DPD yang dianggap cacat hukum.
“Itu pertarungan MA sendiri yang sudah memilih warna hitam dan jadi bukti mereka (PTUN) tidak mau mengoreksi kesalahan atasan mereka,” tutur Donal.
Lebih jauh Donal mengingatkan, dampak dari tidak adanya legalitas pimpinan DPD yang berkuasa saat ini. Khususnya anggaran yang menurut dia harus menyertakan pengesahan dari pimpinan yang bersangkutan.
“Karena dikeluarkan dan digunakan oleh orang yang tidak berwenang maka akan berimplikasi hukum. Anggaran digunakan dan diperuntukkan oleh orang yang tidak punya kewenangan hukum, ini gelap di DPD,” ucapnya.
Sementara itu pasca penolakan putusan PTUN Jakarta terhadap gugatan kubu GKR Hemas, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo berharap seluruh jajaran Dewan Perwakilan Daerah segera bekerja tanpa terus berkutat pada polemik legalitas pimpinan lembaga ini.
“Saya kira DPD harus segera bekerja, itu saja,” kata Tjahjo, di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Jumat (9/6/2017).
Menurut Tjahjo, pemerintah tidak akan mengintervensi segala urusan rumah tangga DPD. Dia menyatakan, DPD dapat memproses dan mengambil keputusan sesuai peraturan dan mekanisme yang ada.
“Pemerintah tidak akan ikut campur urusan rumah tangga DPD. Silakan DPD memproses dan mengambil keputusan sesuai peraturan dan mekanisme yang ada,” kata dia lagi.
Putusan PTUN yang menolak gugatan diajukan oleh anggota DPD GKR Hemas, menurut Tjahjo, dapat menjadi penguat legalitas DPD saat ini untuk segera bekerja sesuai tugas yang diembannya. “Apalagi diperkuat dengan gugatan ke PTUN yang ditolak,” kata dia.sin/arm/tir