Pj Gubernur Bermuatan Politis
INDOPOS.CO.ID – Keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengangkat Irjen Pol M. Iriawan dan Irjen Pol Martuani Sormin sebagai Penjabat atau Pj Gubernur Jawa Barat (Jabar) dan Sumatera Utara (Sumut) masih menjadi polemik. Meski secara yuridis dilegalkan, namun tidak memiliki dasar dan alasan yang kuat bagi dua perwira tinggi (pati) Polri mengisi jabatan gubernur yang ditinggalkan karena habis masa jabatannya. “Secara yuridis tidak membentur aturan. Yang dipersoalkan adalah alasan Mendagri mengapa harus dari Polri?” tandas Irman Putra Sidin, pengamat hukum dan tata negara kepada INDOPOS.
Dia menambahkan, bila alasannya hanya untuk meredam potensi konflik akibat pilkada yang dihelat di wilayah itu sangat tidak logis. Pasalnya, penanganan itu telah menjadi tanggung jawab aparatur setempat seperti Polda Jabar maupun Polda Sumut dibantu jajaran TNI. “Untuk pengamanan pilkada sudah ada polda setempat yang bertanggung jawab. Terlebih biaya pengaman itupun telah dianggarkan agar daerah tersebut kondusif dari konflik,” tuturnya.
Yang menjadi pertanyaan, sambung Irman, apakah tidak ada Aparatur Sipil Negara (ASN) di dua wilayah tersebut yang memang kompeten untuk menduduki posisi Pj gubernur? Sedangkan diketahui untuk Jabar dan Sumut, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) inces atau tidak berkoalisi dengan partai politik lain dalam mengusung pasangan calon gubernur-wakil gubernur di pilkada dua daerah tersebut. “Situasi pilkada PDIP di dua daerah itu mengusung pasangan calon. Jadi dikhawatirkan ada muatan politis untuk menguntungkan pasangan calon yang diusung oleh PDIP,” katanya.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Riza Patria juga ikut mempertanyakan kebijakan tersebut. Ia meminta Mendagri lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan terkait Pj gubernur, mengingat penunjukkan itu bersamaan dengan momen Pilkada 2018. “Emang boleh aturannya? Harusnya Kemendagri lebih teliti, lebih cermat, dan hati hati. Pj ini kan terkait dengan pilkada, harus lebih hati-hati menimbang-nimbangnya,” ujarnya kepada wartawan.
Menurut politisi Partai Gerindra itu, penunjukkan pati Polri menjadi Pj gubernur di Jabar dan Sumut dapat memicu pro-kontra. Pasalnya, bakal calon wakil gubernur Jabar Anton Charliyan yang berpasangan dengan T.B. Hasanuddin adalah kandidat dari unsur Polri.
Sementara, di Pilgub Sumut, mantan Pangkostrad Edy Rahmayadi juga mencalonkan sebagai bakal calon gubernur berasal dari unsur TNI. “Kecuali enggak ada hubungannya sama pilkada, terlebih lagi di pilkada daerah tersebut ada polisi sebagai calon di Jabar itu kan. Di Sumut ada tentara sebagai calon, itu sensitif nanti tentara sama polisi,” tuturnya.
Dia menyarankan sebaiknya pemerintah menunjuk ASN dari Kemendagri atau kementerian lainnya untuk menjadi penjabat di dua provinsi tersebut. “Menurut saya lebih baik cari aparatur sipil lainnya, kan masih banyak kalau dari Kemendagri enggak ada, bisa kementerian lainnya daripada ambil dari Polri. Lebih baik cari PNS masih banyak, tugas polisi kan jaga keamanan, bukan ngurusi pemerintahan,” pungkasnya.
Kalangan legislative juga menyoroti wacana penunjukan Pj Gubernur Jabar dan Gubernur Sumut dari jenderal aktif Polri. Anggota Komisi VIII DPR RI Sodik Mudjahid menegaskan, wacana tersebut menunjukkan kepanikan pemerintah dan Polri. ”Mereka (pemerintah dan Polri, Red) tidak profesional dan tidak percaya diri,” ujarnya di Jakarta, Jumat (26/1).
Menurut dia, wacana yang yang tidak wajar tersebut hanya terjadi di era pemerintahan Jokowi, yang mana seorang pejabat Polri aktif menjadi Pj gubernur. Padahal, biasanya diusulkan dari Kemendagri atau pejabat pemerintah provinsi (pemprov). ”Kan seharusnya Polri netral. Polri harus terus menjaga dan meningkatkan profesionalisme dengan bekerja menjaga keamanan dalam posisi sebagai Polri, bukan dalam posisi sebagai gubernur,” ungkapnya.
Sikap tersebut, lanjut Sodik, menunjukkan ketidakpercayaan diri dalam melaksanakan tugas keamanan sebagai Polri, sehingga memerlukan posisi baru sebagai Pj gubernur. Dia menilai wacana tersebut akan membangun opini bagian dari desain perselingkuhan dan persekongkolan yang mengancam netralitas fungsi gubernur. ”Ini tampak pemerintah tidak percaya diri menghadapi Pilkada di dua daerah tersebut, sehingga harus butuh dukungan dari Polri,” katanya.
Di lain pihak, Wakapolri Komjen Pol Syafruddin usulan Irjen M. Iriawan dan Irjen Martuani Sormin ditunjuk sebagai Pj Gubernur Jabar dan Sumut masih wacana. Apalagi itu bukan domainnya Polri. “Itu domainnya Kemendagri,” katanya saat dikonfirmasi di Gedung PTIK/STIK, Jakarta, kemarin.
Namun, lanjut dia, apabila usulan tersebut terealisasi, maka kedua jenderal bintang dua tersebut nantinya akan merangkap jabatan. “Semua pejabat yang ditunjuk jadi Pj gubernur itu merangkap jabatan. Demikian pula dirjen-dirjen di Kemendagri yang ditunjuk sebagai Pj juga merangkap juga jabatan,” ujarnya.
Syafruddin juga memastikan tidak ada masalah apabila kedua pejabat dari institusinya ditunjuk sebagai Pj gubernur. Apalagi, hal serupa juga pernah terjadi pada 2015. “Sudah pernah saat Pemilu pada 2015. Ada Plt Gubernur Aceh dari TNI, dan Plt Gurbernur Sulawesi Barat dari Polri. Lancar sukses di Aceh, pemilunya kondusif. Sulawesi Barat juga sukses, Pemilunya kondusif,” jelasnya.
Meski demikian, mantan Kalemdikpol ini juga meminta agar para pihak tidak khawatir dengan diusulkannya pejabat Polri aktif sebagai kepala daerah bisa mempengaruhi netralitas Polri dalam pilkada. “Polri harus netral, tidak usah diragukan. Nanti yang meragukan, itu yang tidak netral,” tandasnya.
Lebih jauh, mantan Kapolda Kalsel itu juga membantah ditunjuknya kedua pati Polri aktif sebagai Pj gubernur sebagai upaya melibatkan aparat negara ke dalam politik praktis.
“Urusan Mendagri bukan kita, semua Pj itu ditunjuk Mendagri dan itu pejabat negara. Tidak ada swasta kalau Pj. Kemendagri, kementerian lembaga itu semua sama, tidak ada perbedaan,” jelas dia.
Dia pun menegaskan alasan penunjukkan Irjen M. Iriawan dan Irjen Martuani Sormin datangnya bukan dari pihaknya, melainkan Kemendagri. “Belum masih wacana, belum tentu (Iriawan dan Martuani, Red). Bisa juga Wakapolri, bisa juga pak Royke (Kakorlantas, Red). Tergantung nanti Kemendagri siapa yang dipilih,” jelas dia.
Sebelumnya, Mendagri Tjahjo Kumolo mengatakan, wacana penunjukan Pj gubernur dari Polri dikarenakan mustahil melepas pejabat eselon I untuk mengisi Pj gubernur di 17 provinsi. Apalagi pejabat eselon I masih belum definitif. ”Kalau semua eselon I dilepas Kemendagri jadi kosong. Maka seperti tahun lalu, saya minta kepolisian dan Menteri Polhukam. Intinya pejabat TNI atau Polri yang berpangkat Mayjen itu eselon I,” katanya.
Tjahjo mengaku wacana tersebut pernah terjadi di tahun sebelumnya. Pada Pilkada 2017 Irjen Carlo Brix Tewu ditunjuk sebagai pejabat Gubernur Sulawesi Barat dan Mayjen Soedarmo ditunjuk menjadi pejabat Gubernur Aceh. ”Dan itu tidak menjadi masalah. Kenapa bukan sekda? Kan bisa diindikasikan menggerakkan PNS,” ucapnya.
PDIP Fokus Sumut-Jabar
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) lebih fokus incar kemenangan di dua wilayah dalam pilkada serentak 2018 ini. Derah itu yakni, Sumatera Utara (Sumut) dan Jawa Barat (Jabar). Alhasil, Megawati Soekarnoputri selaku ketua umum partai banteng moncong putih itu memberikan perhatian lebih kedua daerah tersebut.
Ketua DPD PDIP Sumut Japorman Saragih mengatakan, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri tidak menginginkan pasangan Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah (Eramas) atau Jopinus Ramli (JR) Saragih- Ance Selian yang memenangkan Pilgub Sumut.
Megawati, sambung Japorman, selain memberikan peringatan kepada seluruh pengurus partai di dewan pimpinan daerah (DPD) dan dewan pimpinan cabang, putri proklamator tersebut juga ‘turun gunung’ untuk memenangkan pasangan yang diusung PDIP dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus (Djoss).
“Dengan adanya Bu Mega sebagai juru kampanye terhadap Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus tentunya membawa pengaruh besar dalam memenangkan pasangan yang kita dukung. Semangat kader dan relawan juga semakin berkobar,” ungkapnya kepada jurnalis saat dihubungi, kemarin.
Selain Presiden RI kelima tersebut, lanjut Japorman, juru kampanye yang akan turut membakar semangat masyarakat dalam memenangkan pasangan Djoss, juga ada calon Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Tokoh ini juga dinilai sudah tidak asing buat masyarakat di tanah air, apalagi untuk Sumut.
Serupa dilayangkan Ketua DPD PDIP Jabar T.B. Hasanuddin. Pria yang juga calon gubernur yang berpasangan dengan Antor Charliyan itu mengutarakan, mengobarkan semangat para kader PDIP untuk terus memperjuangkan kemenangan pada kontestasi pilkada 2018, ya harus sang ketua umum. “Sebab, Bu Mega dengan tegas menginginkan jika Jawa Barat PDIP menang. Karena itu, Bu Mega memberikan perhatian khusus,” ujarnya.
Wakil Ketua Komisi I DPR RI itu menuturkan, dengan bantuan dari Megawati bila memang nanti mencapai kemenangan, dirinya akan terus menjalankan amanat partai untuk mengabdi kepada rakyat sebagai calon pemimpin Jabar lima tahun ke depan. “Disisa hidup saya akan terus mengabdi kepada rakyat serta menjaga marwah partai,” tukasnya.
Dia menyatakan, kemenangan yang diraih bukanlah hasil tiba-tiba, namun hasil dari jerih payah yang terus menerus dilakukan. Ketika partai berlambang banteng ini memenangkan pilkada tentu bukan kemenangan partai semata melainkan kemenangan demokrasi bangsa Indonesia. “Ketika kita menang, itu adalah bukan kemenangan Hasanuddin, bukan juga kemenangan perorang, tapi juga rakyat. Kemenangan demokrasi kita,” pungkasnya. (aen/ydh)