Penuntunan Sumpah DPD Bukan Objek Gugatan TUN

Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menyatakan tidak menerima gugatan penuntunan sumpah pimpinan DPD periode 2017-2019 oleh Wakil Ketua MA Suwardi yang diajukan Gusti Kanjeng Ratu Hemas (GKR Hemas).

“Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima dan membebankan membayar biaya persidangan kepada pemohon,” ujar Ketua  Majelis Ujang Abdullah saat membacakan putusan perkara No. 4/P/FP/2017/PTUN JKT di Gedung PTUN Jakarta, Kamis (8/6/2017).

Permohonan ini diajukan GKR Hemas terkait legalitas penuntutan sumpah pimpinan DPD periode 2017-2019 oleh Wakil Ketua MA Suwardi beberapa waktu lalu. Makanya, dalam permohonanya, GKR Hemas tidak meminta Majelis PTUN Jakarta membatalkan SK pelantikan pimpinan DPD periode 2017-2019 yang diketuai DPD Oesman Sapta Odang (OSO), tetapi meminta pembatalan penuntunan sumpah pimpinan DPD oleh Wakil Ketua MA.

Dalam pertimbanganya Majelis menilai tindakan pembatalan penuntunan sumpah pimpinan DPD oleh Wakil Ketua MA tidak tepat. Sebab, tindakan penuntunan sumpah oleh Wakil Ketua MA bukanlah objek gugatan tata usaha negara (TUN).

Dalam putusannnya, Majelis menimbang pernyataan ahli Yusril Ihza Mahendra dan Margarito Kamis yang berpendapat permohonan pembatalan penuntunan sumpah pimpinan DPD oleh Wakil Ketua MA tidak dapat dijadikan objek sengketa TUN karena merupakan seremonial ketatanegaraan.

Menurut Majelis Hakim tindakan penuntunan sumpah oleh Wakil Ketua MA tidak mengandung unsur fiktif karena sudah ada tindakan yang dilakukan sebelumnya oleh termohon (MA). Dan pihak ketiga yang berkepentingan yaitu OSO sudah mendapatkan keabsahan negara.

“Dengan demikian, fiktif positif seharusnya tidak berkaitan dengan kepentingan pihak ketiga. Lagipula, penuntunan sumpah yang dilakukan Wakil Ketua MA tidak termasuk sebagai pejabat pemerintahan legislatif yang tertuang dalam Pasal 4 ayat 1 UU Administrasi Pemerintahan,” Kata Nelvy, anggota majelis hakim saat membacakan pertimbangan.

Usai persidangan, Wakil Ketua DPD (Oesman, Red) Nono Sampono mengatakan putusan ini bentuk pengakuan bahwa Oesman Sapto Odong merupakan Ketua DPD yang sah saat ini. “Kita harus hormati putusan TUN dan berharap semua pihak termasuk teman-teman yang masih ada di luar (belum bergabung dengan Oesman, red). Majelis pastilah sudah memutus seadil-adilnya dan yang terbaik bagi semuanya,” katanya.

Menurutnya, ini bukanlah preseden hukum yang buruk tetapi ini proses politik yang berjalan dan sudah waktunya kita bekerja bersama-sama. “Toh saat sidang paripurna terakhir sudah lebih 95 persen teman-teman DPD yang bergabung. Ada 5 persennya lagi kita berharap semoga cepat bergabung untuk bekerja bersama untuk rakyat,” ajaknya.

Nono mengungkapkan sudah tiga kali sidang paripurna yang berjalan dan diluar itu sudah bekerja alat kelengkapan dan melakukan kegiatan studi banding ke luar negeri. “Jadi, sayang sekali bila teman-teman yang masih tetep diluar (belum bergabung dengan kepemimpinan Oesman, Red) dan tidak mau bergabung,” lanjutnya.

Nono berharap kisruh di internal DPD akan berakhir karena memang tidak ada dualisme kepemimpinan, yang ada hanya satu pemimpin. “Mari kita mulai bekerja menjalankan tanggung jawab untuk kepentingan kelembagaan DPD dan juga rakyat. Jangan lagi konflik terus-menerus, ini agar kepentingan daerah dapat diperjuangkan,” tutupnya.

Pandangan berbeda disampaikan kuasa hukum GKR Hemas, Irman Putra Sidin. Dia mengatakan putusan ini tidak ada satu kata pun yang menyebut bahwa Oesman adalah pimpinan DPD yang sah. Dia merasa pendapat pengadilan kali ini keliru yang dalam pertimbanganya, “..nanti tidak ada gugatan lagi yang masuk ke PTUN,” kata Irman mengutip pertimbangan putusan.

“Kami menganggap ini bukan persoalan pribadi, tetapi persoalan putusan MA yang dilanggar oleh penuntunan sumpah. Untuk saat ini belum ada upaya hukum lain yang ingin ditempuh tapi persoalan ini bukan merupakan persoalan pribadi tetapi menyangkut masa depan putusan pengadilan,” katanya.

Leave a Reply