MA: Kocok Ulang DPD Ilegal, Siapa Meradang?

INILAHCOM, Jakarta – Mahkamah Agung (MA) akhirnya membatalkan Peraturan DPD RI No 1 Tahun 2017 tentang Tata Tertib DPD yang di antaranya mengatur soal masa jabatan Pimpinan DPD RI dari 5 tahun menjadi 2,5 tahun. Apa implikasi atas putusan MA ini?

Melalui putusan No 20P/HUM/2017 yang diputuskan pada 29 Maret 2017 lalu, polemik soal pemotongan jabatan Pimpinan DPD RI tuntas. Polemik soal masa jabatan Pimpinan DPD sebenarnya telah berlangsung setahun yang lalu. Saat itu, polemik mencuat di internal DPD soal apakah melalui Tata Tertib DPD berhak mengatur pembatasan masa jabatan dari yang semula 5 tahun menjadi 2,5 tahun. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 47 ayat (2) Peraturan DPD No 1 Tahun 2017.

Menurut kuasa hukum pemohon Irmanputra Sidin, putusan MA tentang masa jabatan pimpinan DPD lima tahun sesuai dengan masa keanggotaan DPD serta memutuskan pemberlakuan surut terhadap ketentuan tersebut dinilai bertentangan dengan UU No 12 Tahun 2011. “MA akhirnya mengajarkan kepada parlemen bahwa hukum harus di atas segalanya, politik mayoritas harus tunduk kepada negara hukum,” ujar Irman di Jakarta, Jumat (31/3/2017).

Irman menyebutkan, konsekwensi dari putusan MA tersebut, rencana kocok ulang Pimpinan DPD yang akan dilakukan Senin (3/4/2017) pekan depan itu dengan sendirinya tidak bisa dilaksanakan. “Apabila dilaksanakan maka segala hasilnya adalah hasil yang illegal atau tidak sah, karena apabila itu tetap dilaksanakan, akan dinilai menciptakan negara dalam negara,” tambah Irman

Irman juga meyakini, mustahil Ketua MA akan mengambil sumpah pimpinan DPD terpilih yang didasarkan oleh Peraturan Tata tertib DPD yang sudah dibatalkan oleh institusi MA.
Sejumlah pertimbangan yang disampaikan MA terkait dengan putusan tersebut di antaranya karakteristik lembaga DPD yang merupakan satu rumpun dengan lembaga lainnya seperti DPR dan MPR di mana kedua lembaga tersebut mengatur masa jabatan pimpinanya selama lima tahun. “DPD berada di dalam satu rumpun dengan MPR dan DPR, yaitu sebagai Lembaga Perwakilan, sebagaimana diatur pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD,” demikian bunyi pertimbangan MA.
Sementara terpisah Direktur Riset Pusat Kajian Kebijakan Publik dan Hukum (Puskapkum) Indra Nainggolan mengapresiasi putusan MA terkait dengan pembatasan atas Peraturan DPD tentang ketentuan masa jabatan pimpinan DPD. Menurut dia, pengisian jabatan publik di antaranya DPD melalui mekanisme pemilu yang dilakukan lima tahun sekali. “Keanggotaan DPD tersebut berlaku juga dalam jabatan kedudukan Pimpinan DPD selama lima tahun,” sebut Indra.
Selain membatalkan ketentuan tentang masa jabatan Pimpinan DPD, MA juga memerintahkan kepada Pimpinan DPD Daerah untuk mencabut Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tanggal 21 Februari 2017 tentang Tata Tertib.
Putusan MA ini tentu membuat banyak orang gigit jari. Karena satu bulan terakhir ini, santer informasi pihak-pihak yang berambisi untuk mengisi jabatan Ketua DPD RI. Putusan MA ini memupuskan ambisi politik sejumlah pihak di DPD RI. Tak ada pilihan lain bagi DPD untuk mencabut Tata Tertib illegal tersebut. [mdr]

Leave a Reply