Krisis Konstitusional di DPD Harus Diakhiri
Metrotvnews.com, Jakarta: Kisruh kepemimpinan DPD diharapkan dapat segera dituntaskan. Jika tidak, krisis konstitusional bakal terus berlanjut.
Krisis konstitusional bukan sekadar perebutan jabatan pimpinan antara kubu G.K.R. Hemas dan Oesman Sapta Odang. Tapi, juga soal pimpinan DPD yang dapat berganti setengah masa jabatan.
“Itu sudah melanggar konsep,” kata Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) wilayah Jakarta Bivitri Susanti di Gedung Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Jalan Sentra Timur, Pulogebang, Jakarta Timur, Jumat, 2 Juni 2017.
Kisruh membuat kinerja DPD tak efektif. Apalagi DPD sudah tak murni. Hampir separuh anggota DPD kini berasal dari partai. Ini jelas pelanggaran di mata hukum tata negara. “Karakter DPD di Pasal 22e harus independen,” kata Bivitri.
DPD kini juga terbelenggu politik anggaran. Dana reses anggota yang tidak mengakui kepemimpinan Oesman akan dikunci. “Ini sangat salah dan harus diperbaiki.”
Oleh karena itu, melihat kondisi di DPD saat ini, para ahli hukum tata negara yang tergabung dalam APHTN-HAN pagi tadi menyerahkan berkas amicus curiae. Dan menyatakan diri sebagai sahabat peradilan untuk majelis hakim di PTUN dalam peradilan sengketa antara DPD kubu GKR Hemas dan pihak Mahkamah Agung. Majelis hakim rencananya bakal membacakan putusan perkara ini pada 8 Juni 2017.
“Ini krisis konstitusional, kalau tidak ada pandangan yang jernih melihat persoalan, tidak melihat ini siapa di belakang peristiwa ini, kami khawatir ada putusan pengadilan yang juga diambil secara tidak tepat,” tandas dia.
(YDH)