DPD Minta Dilibatkan Bahas Revisi UU MD3

INDOPOS.CO.ID – DPD RI merasa cemburu, lantaran tak disertakan dalam pembahasan Revisi Undang-undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (RUU MD3). Padahal, dalam Mahkamah Konstitusi (MK) sudah memutuskan lembaga para senator itu harus dilibatkan dalam mengajukan dan membahas RUU yang berkaitan dengan tugas dan kewenangannya. Terlebih, dalam Revisi UU Nomor 17 Tahun 2014 tersebut, dimasukan penguatan terhadap Badan Legislasi (Baleg).

”DPD berharap, Revisi Undang-undang  tidak hanya menguatkan kewenangan Baleg, tapi juga penguatan terhadap kewenangan DPD,” ungkap Muhammad Afnan Hadikusumo, Ketua PPUU DPD RI dalam diskusi Forum Legislasi dengan tema Urgensi Penguatan Baleg dalam Revisi UU MD3 di Media Center, Gedung Nusantara III, Komplek Parlemen, Senayan, Selasa (7/2).

Sebagai perwakilan dari DPD, Afnan mengeluhkan keterlibatan DPD dalam pembahasan RUU MD3. Sejauh ini DPD tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan RUU MD3. Padahal, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah memutuskan bahwa DPD harus dilibatkan dalam mengajukan dan membahas RUU yang berkaitan dengan tugas dan kewenangan DPD.

Menurut Afnan, DPD juga sudah membentuk dua timja. Pertama timja RUU MD3 dan kedua timja penyusunan RUU tentang DPD. Jadi, nantinya, Undang-undang tentang DPD terpisah dengan MD3. ”Tapi sayang, sampai saat ini kedua timja itu belum bisa berjalan karena belum dilibatkan,” imbuhnya.

Senator asal DIY itu berharap, DPR bisa menaati putusan MK, sehingga DPD dilibatkan dalam pembahasan RUU MD3. DPD juga sudah menyurati pimpinan DPR terkait pembahasan RUU MD3. ”Dalam surat itu, kami minta, DPD dilibatkan dalam pembahasan Revisi UU MD3, sebagaimana amar putusan putusan MK dua tahun lalu,” cetusnya.

Sejatinya, kata Afnan, surat tersebut ditanggapi DPR, dengan mengundang DPD dalam pembahasan RUU MD3. Namun, hal yang dinanti-nantikan itu tidak kunjung tiba. ”Harusnya segera ada tanggapan dari DPR,” tandasnya.

Ketua Badan Legislasi (Baleg), Supratman Andi Agtas mengatakan, sebenarnya pihaknya sudah ada kemajuan dalam rangka hubungan DPD dan DPR dalam praktek keputusan MK. Pertama, soal semua yang menyangkut keputusan program legislasi nasional itu telah ditetapkan bersama sama dengan tiga pihak yakni, DPD, DPR dan pemerintah. ”Artinya ini sebuah angkah yang sudah maju dan hanya butuh sedikit komunikasi yang lebih intenslah  antara DPD dengan DPR,” ujarnya di lokasi yang sama.

Terutama, menurut politisi Partai Gerindra itu, di DPR ini menurutnya proses pengambilan keputusan yang paling mudah sedikit berbeda dengan DPD, karena keputusan yang ada di DPR walaupun itu  berada ditangan Baleg tetapi sebetulnya dilakukan oleh fraksi. ”Nah kalau saya boleh sarankan kepada teman-teman yang ada di DPD. Komunikasinya lebih intens itu dengan fraksi-fraksi dan keputusan akhir pun ada di tangan fraksi. Oleh karena itu, beda dengan di teman-teman DPD, mereka ambil keputusan berada di Individual,” tutur Supratman.

Supratman kembali menegaskan, komunikasi intensip antar lembaga memang penting tetapi DPD dengan DPR sebagai sebuah lembaga sejajar, tetapi dari sisi komunikasi politik dan strategi ini harus dirubah. Ini berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab dari fraksi. ”Kalau fraksi sudah menujuk, maka teman-teman juga pasti sudah tahu seperti apa keputusan anggota. Ini menurut saya strategi untuk menjembatani kebuntuan komunikasi yang selama ini terjadi dan ini perlu ada aliansi strategislah dengan fraksi-fraksi yang ada di DPR,” imbuhnya.

Yang kedua, lanjutnya, juga dalam pembahasan pengajuan pembahasan UU, apa yang menjadi usulan DPD agar masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) seperti RUU Wawasan Nusantara. ”Kalau tidak salah dan itu adalah RUU yang diusulkan oleh DPD. Itu kita sudah masukan dalam prolegnas dan memang pembahasannya itu butuh usaha dalam membangun kemitraan,” saran Supratman.

Sementara Pengamat Hukum dan Tata Negara, Irman Purasidin mengatakan, pasca amandemen UUD 45, maka kewenangan pemegang pembuatan UU itu ada di DPR RI dan pemerintah, termasuk Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Dengan begitu, maka kalau pemerintah dan DPR RI menilai perlu bahwa negara ini membutuhkan aturan perundang-undangan, maka akan diputuskan oleh DPR dan pemerintah. ”Kalau nantinya ada yang gugat ke MK atas UU itu, maka Baleg DPR yang harus menjawab,” singkatnya. (aen)

Leave a Reply