Ahli Hukum Tata Negara: Penyadapan Adalah Perbuatan Melawan Hukum

Rabu, 1 Februari 2017 17:44 WIB

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA  – Ahli Hukum Tata Negara Irmanputra Sidin menjelaskan penyadapan tidak bisa dilakukan oleh setiap orang.

Bahkan Irman menegaskan lembaga negara pun tidak boleh melakukan penyadapan jikalau tidak diberikan otoritas oleh undang-undang (UU).

Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 menyatakan “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.”

“Oleh karenanya tindakan penyadapan (interception) termasuk di dalamnya perekaman adalah perbuatan melawan hukum,” ujar Irmanputra Sidin kepada Tribunnews.com, Rabu (1/2/2017).

Hal ini disampaikan menanggapi pernyataan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengenai percakapan telepon dirinya dengan Ketua Umum MUI Ma’ruf Amin yang disebut-sebut dalam sidang kasus penistaan agama kemarin.

Irmanputra Sidin mengatakan penyadapan merupakan sebuah tindakan yang melanggar privasi orang lain sehingga melanggar hak asasi manusia.

Ditegaskan, penyadapan yang di dalamnya termasuk perekaman hanya boleh dilakukan berdasarkan Undang-Undang.

Bahkan dalam konteks penegakan hukum sekalipun, pemberian kewenangan penyadapan sudah seharusnya sangat dibatasi untuk menghindari potensi digunakannya penyadapan secara sewenang- wenang.

“Jikalau ada penyadapan diluar kerangka di atas maka hak tersebut adalah kejahatan terhadap konstitusi dan hak asasi manusia dan tentunya hasil penyadapannya tidak memiliki basis legalitas dan konstitusional,” jelasnya.

Dalam konpersnya, Rabu (1/2/2017), SBY menganggap pengakuan Ahok dan tim kuasa hukumnya itu adalah hal yang serius.

“Kalau betul ada percakapan saya dengan Pak Ma’ruf Amin, atau percakapan siapa pun dengan siapa disadap tanpa perintah pengadilan, dan hal-hal yang tidak dibenarkan undang-undang, itu namanya ilegal,” kata SBY saat menggelar konferensi pers di Wisma Proklamasi, Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (1/2/2017).

SBY mengaku sudah dua kali mendapat laporan dari orang dekatnya bahwa nomor teleponnya disadap.

Pertama, sepulang dari Tour de Java pada pertengahan 2016. Saat itu SBY tak percaya atas laporan tersebut.

Kemudian seorang sahabat yang tak mau menerima telepon dari SBY karena merasa disadap.

SBY pun tak percaya karena merasa tidak memiliki masalah.

“Salah saya apa disadap? Mantan presiden itu mendapatkan pengamanan oleh Paspampres, siapa pun mantan presiden itu, mantan wakil presiden itu, yang diamankan orangnya dan kerahasiaan. Jadi, menurut saya, antara yakin dan tidak saya disadap,” kata SBY.

Klarifikasi Ahok

Dalam klarifikasinya, Ahok menyampaikan permintaan maaf kepada Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma’ruf Amin.

Menurutnya, apa yang terjadi dalam sidang di Auditorium Kementerian Pertanian, Selasa (31/1/2017) kemarin, hanya menegaskan proses yang ada dalam persidangan.

“Saya sebagai terdakwa sedang mencari kebenaran untuk kasus saya. Untuk itu saya ingin menyampaikan klarifikasi beberapa hal,” kata Ahok dalam keterangan tertulis yang diterima wartawan, di Jakarta, Rabu (1/2/2017).

Ahok memastikan tidak betul kabar bahwa dirinya akan melaporkan KH Ma’ruf Amin ke polisi.

“Kalau pun ada saksi yang dilaporkan mereka adalah saksi pelapor, sedangkan Kyai Ma’ruf bukan saksi pelapor, beliau seperti saksi dari KPUD yang tidak mungkin dilaporkan,” kata Ahok.

Lebih lanjut terdakwa kasus dugaan penodaan agama itu juga meminta maaf kepada KH Ma’ruf Amin secara pribadi apabila terkesan memojokkan beliau.

“Meskipun beliau dihadirkan kemarin oleh Jaksa sebagai Ketua Umum MUI, saya mengakui beliau juga sesepuh NU. Dan saya menghormati beliau sebagai sesepuh NU, seperti halnya tokoh-tokoh lain di NU, Gus Dur, Gus Mus, tokoh-tokoh yang saya hormati dan panuti,” kata Ahok.

Sementara terkait informasi telepon Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Kiai Ma’ruf tanggal 7 Oktober, Ahok menyerahkan itu kepada penasihat hukumnya.

“Saya hanya disodorkan berita liputan6.com tanggal 7 Oktober, bahwa ada informasi telepon SBY ke Kiai Ma’ruf, selanjutnya terkait soal ini saya serahkan kepada Penasehat Hukum saya,” kata Ahok.

Dalam klarifikasi yang beredar, Ahok berharap bisa menjernihkan persoalan. Selain itu dia juga meminta agar pihak-pihak lainnya tidak memperkeruh suasana.

Leave a Reply